Lampung Barat, KabarSejagat.com – Yayasan Pendidikan Miftakhul Ulum di Pampangan, Kecamatan Sekincau, Lampung Barat, menjadi tuan rumah dalam acara Bahtsul Masail ke-III yang diadakan pada Jumat, 10 Januari 2025 hingga Sabtu dini hari, 11 Januari 2025. Acara ini mengumpulkan delegasi dari seluruh Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama (NU) se-Lampung Barat untuk membahas berbagai persoalan keislaman yang relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini.
Acara dimulai dengan pembukaan simbolis pada Jumat siang pukul 09.00 WIB. Ketua PCNU Lampung Barat, Kyai Imam Syafi’i, dalam sambutannya menegaskan pentingnya Bahtsul Masail sebagai bagian dari ruh Nahdlatul Ulama yang berkaitan erat dengan hukum Islam. Ia mengingatkan kepada semua ketua MWCNU untuk segera membentuk lembaga Bahtsul Masail di wilayah masing-masing sebagai langkah memperkuat pemahaman keagamaan berbasis hukum Islam.
Senada dengan itu, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Lampung Barat, Ust. Muharir Nizar Ali, juga mengajak seluruh MWC NU untuk merangkul alumni pesantren dan membentuk LBM guna memastikan keberlanjutan kajian keislaman yang aplikatif bagi masyarakat.
Sidang Bahasan: Jual Hasil Panen Sayuran dan Khitan Metode Lipat
Sidang pertama (Jalsah Ula) dimulai pukul 13.30 WIB dan berlanjut dengan Jalsah Tsaniah pada malam harinya. Sidang ini membahas dua isu besar yang menjadi topik utama, yang pertama adalah masalah jual hasil panen sayuran di lapak.
Deskripsi masalah menyebutkan tentang praktik petani sayuran yang merasa dirugikan dengan ketidakstabilan harga jual hasil panen mereka di pasar. Dalam transaksi yang terjadi, harga barang sering kali ditentukan setelah barang terjual, yang menyebabkan ketidakpastian.
Setelah dibahas secara mendalam, LBM PCNU Lampung Barat menyimpulkan bahwa akad yang terjadi adalah bai’ ghoror (jual beli dengan ketidakjelasan harga), yang dalam hukum Islam tidak sah. Solusi yang ditawarkan adalah:
1.Menggunakan akad wakalah, di mana petani mewakilkan kepada kios untuk menjualkan hasil panennya dengan harga yang sudah disepakati.
2.Pemilik kios harus menentukan harga terlebih dahulu agar tidak terjadi ketidakpastian.
3.Atau menggunakan akad jual beli simsaroh, di mana kios menjual dengan harga yang sudah ditentukan dan memperoleh keuntungan dari selisih harga.
Topik kedua yang dibahas adalah mengenai khitan dengan metode lipat, yang menggantikan pemotongan dengan cara melipat dan menjahit kulfa (kulup). Meskipun proses ini mengklaim dapat mempercepat penyembuhan, namun dalam pandangan fiqih, metode ini dinilai tidak memenuhi syarat khitan karena tidak ada pemotongan. Solusi yang disarankan adalah, meskipun tidak dapat dianggap sebagai khitan yang sah, jika bagian yang diperlukan (kepala penis) terbuka secara permanen, maka kewajiban khitan tetap gugur.
Ketua LBM PCNU Lampung Barat, Ust. Muharir Nizar Ali, menyampaikan rasa syukurnya karena acara Bahtsul Masail ke-III berjalan dengan lancar meski diguyur hujan. “Alhamdulillah, pembahasan berjalan penuh kekeluargaan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. David Kurniadi, S.Kep., Ners, Ketua Lembaga Kesehatan LKNU, dan Ust. H. Pairozi, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung Barat, atas kontribusinya memberikan pencerahan mengenai khitan dari perspektif medis,” ujarnya.
Ust. Nizar berharap agar ke depan, semua MWC NU se-Lampung Barat lebih aktif dalam kegiatan Bahtsul Masail yang diadakan setiap semester. Ia juga mengingatkan pentingnya membentuk LBM di setiap MWC NU guna menjamin kesinambungan kajian keislaman di masyarakat, dengan melibatkan alumni pesantren.
Dengan terselenggaranya Bahtsul Masail ini, PCNU Lampung Barat berharap agar masyarakat semakin tercerahkan dalam menyikapi berbagai permasalahan keislaman yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. (*)