Selanjutnya, sambung dia, rasionalisasi kedua terkait pertimbangan matematis. “Matematika politik saya mengatakan, secara nasional PDI Perjuangan telah mulai move on dari residu politik pasca-Pilpres.”
Partai Gerindra, lanjut dia, selain ideologi politik partainya semirip PDI Perjuangan, sesama menasbihkan spirit antipenindasan, anti kapitalisme, anti neokolonialisme anti neoliberalisme, nasionalis sekuler tulen.
Kedekatan personal dua tokoh pendiri cum ketua umum, Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, menyejarah diluar selain pernah diduetkan capres-cawapres 2009 Mega-Prabowo. “Bu Mega itu sependek pengetahuan saya, lembayung senja Jenderal Prabowo kala pelarian,” Muzzamil ilustrasikan.
“Kemudian, lantaran kemahalan nilai sejarah itu, yang sejatinya tak ternilai dengan mata uang mana pun di belahan bumi ini, lagi-lagi pemahaman awam saya mengatakan, secara imperatif, perseteruan politik di Pemilu lalu utamanya Pilpres, bisa berkebalikan hingga 360 derajat kala bicara Pilkada. Terbukti PDI Perjuangan mulai melunak, dan kepentingan rakyat daerah itu prioritas paling utama jika bicara Pilkada. Koalisi PDI Perjuangan dan Gerindra terjadi jua toh, di sejumlah daerah. Pun Pesawaran.”
Dari itu lanjut dia, “Derivasinya, saya melihat kinerja memuaskan dua periode Dendi Ramadhona jadi bupati, saat ini hendak diwariskan pada sang istri selaku aktor politik penerus pengabdiannya, pilihan pas ya sudah tepat bidik koalisi dengan Gerindra, parpol pemenang Pileg setempat, dan juga tingkat provinsi. Di era dimana pemajuan bangsa kini butuh persatuan nasional, kegotongroyongan, sinergi kolaborasi yang bukan slogan atau tren sesaat semata, strong leadership mesti ditimbang seksama. Duet Nanda-Lenida ini, kenapa saya usulkan, lahir dan mengerucut dari latar pemikiran itu. Boleh kan,” beber dia.
Muzzamil meyakini, duet Nanda-Lenida duet maut. Bakal demikian. “Kepada Allah saya mohon ampun, sama sekali tidak ada maksud mendahului kehendak-Nya, Sang Maha Kuasa penguasa alam semesta dan seisinya, tetapi duet ini Insyaallah duet barokah. Rakyat Pesawaran, eks basis pengorganisiran saya masa perjuangan politik PRD dulu, bisa punya dan bisa jadi role model bakal kepemimpinan politik daerah duo perempuan penyala. Belum ada kan, di-spesifikkan saja, cabup-cawabup perempuan di Lampung?” beber dia pula.
Muzzamil berharap usulannya ini dapat di-3T: “ditilik, ditimbang, ditimang” oleh duo ketua umum: Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, duo ketua provinsi: Ketua DPD PDI Perjuangan Lampung Sudin dan Ketua DPD Partai Gerindra Lampung Rahmat Mirzani Djausal, serta duo ketua kabupaten: Ketua DPC PDI Perjuangan Pesawaran Endro S. Yahman dan Ketua DPC Partai Gerindra Pesawaran Ahmad Rico Julian.
“Adinda Rico, saran saya, perkuat cabang kekuasaan legislatifnya. Kalau tidak salah, Rico bakal tercatat sebagai calon terlantik Ketua DPRD Kabupaten/Kota termuda di Lampung nanti, Agustus ini ya. Jadi demikian, strong leadership dengan sentuhan keibuan bisa disejarahkan duet Nanda-Lenida, strong leadership majupesatkan Bumi Andan Jejama dengan sentuhan nilai kegotongroyongan bisa disejarahkan trio Nanda-Lenida di eksekutif plus Rico Julian di legislatifnya,” beber ketiga.
“Dan sekali lagi sebagai disclaimer, usulan ini murni aspirasi pribadi, mohon dengan amat sangat untuk tidak direspons secara salah, kendati saya mahfum ini bukan saya punya ranah, siapa saya, mohon maaf jika ada yang tidak berkenan, tetapi yakinlah, ini bisa jadi insight baru pengayaan sejarah kepemiluan, sejarah Pilkada di Lampung. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Tabik,” Muzzamil mengunci keterangannya. (Red/Rls)