Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) untuk Pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi

Redaksi

Penulis : Fery Setiawan, drg., M.Si (Dosen di Bagian Odontologi Forensik dan Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi, Institute Ilmu Kesehatan, Bhakti Wiyata, Kediri, Jawa Timur)

KabarSejagatNews.com – Saat ini, kita telah memasuki era digital dimana semua data dan keperluan dapat diakses melalui keberadaan internet. Kemajuan zaman tersebut khususnya juga berpengaruh terhadap pendidikan di Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) dimana salah satu tantangan yang juga menjadi focus bahasan pada penulisan opini ini adalah penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Siapa yang tidak kenal dengan kecerdasan buatan atau AI ini, semua kalangan saat ini tengah menikmati salah satu bentuk kemajuan zaman ini, baik dapat berupa ketika melakukan pencarian di mesin pencarian seperti Google, Yahoo, dan mesin pencarian lainnya maupun ketika bermain game online, seperti: permainan catur, sepakbola, dan permainan game online lainnya dimana ketika kita bermain melawan komputer (one man versus computer).

Kecerdasan buatan atau AI juga saat ini tengah merambah di dunia pendidikan di perguruan tinggi, khususnya adalah FK dan FKG. Banyak aplikasi AI yang dapat diakses oleh mahasiswa FK/FKG ataupun dosen FKG/FKG, bahkan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi sendiri. Sebagai salah satu contoh adalah saat ini untuk keperluan mengajar atau perkuliahan antara dosen dan mahasiswa tidak harus selalu bertemu tatap muka (offline) tetapi dapat dilakukan dengan secara daring (online) dengan menggunakan beberapa aplikasi atau platform seperti: Zoom, Google Classroom, Google Meeting, dan aplikasi-aplikasi lainnya.

Contoh yang lain dapat berupa aplikasi yang terdapat di android playstore untuk pembelajaran mata kuliah Anatomi yang merupakan salah satu mata kuliah syarat yang harus diambil oleh setiap mahasiswa FK dan FKG tanpa terkecuali. Boleh saya katakan bahwasanya mata kuliah Anatomi merupakan salah satu mata kuliah yang paling penting selama mahasiswa belajar di FK dan FKG.

Bahkan dapat saya katakan, Anatomi merupakan jantung mata kuliah di FK dan FKG karena dengan mata kuliah Anatomi, setiap mahasiswa FK dan FKG dapat mengetahui sistem, letak, dan arah daripada organ-organ yang terdapat di dalam tubuh manusia. Dengan mata kuliah Anatomi kita dapat mengetahui kebe saran dan kerumitan yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Belajar Anatomi sama dengan mempe lajari bagian tubuh kita sendiri sehingga kita mengetahui letak daripada organ lambung itu di mana, hati itu di mana, kemudian pertulangan yang ada di dalam tubuh kita.

Contoh lainnya adalah aplikasi untuk pembelajaran fungsi daripada tubuh manusia. Fungsi dalam hal ini adalah fungsi ketika tubuh manusia bekerja, yang juga terdapat di dalam salah satu mata kuliah penting, yaitu: mata kuliah Fisiologi. Mata kuliah Fisiologi ini merupakan salah satu mata kuliah wajib yang juga mendukung mata kuliah tentang pengaruh dari suatu zat (obat) ketika diberikan ke dalam tubuh man usia (mata kuliah Farmakologi).

Misalnya: apa efek dari obat X ketika dimasukkan ke dalam tubuh manusia? Dari mata kuliah Fisiologi dan mata kuliah Farmakologi kita dapat belajar tentang efek dari suatu obat dan bagaimana meresepkan obat tersebut dengan benar. Tentunya sebagai seorang mahasiswa FK dan FKG nantinya kita setelah lulus pastinya akan meresepkan obat yang dapat diberikan kepada pasien kita.

Contoh lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah untuk mata kuliah Forensik, khususnya Forensik Odontologi yang berhubungan secara khusus dengan dokter gigi ketika diperha dapkan dengan masalah pergigian baik pada korban yang masih hidup (ante mortem) dan korban yang sudah meninggal (post mortem), atau digunakan saat proses rekonsiliasi korban saat ketika hidup dan setelah meninggal. Saat ini, juga ada aplikasi daripada AI yang dapat secara cepat untuk membantu mengidentifikasi hal-hal tersebut, baik melalui aplikasi foto radiologi sehingga dapat menentukan estimasi umur korban maupun membantu untuk mendeteksi keadaan gigi-geligi sehingga dapat memudahkan ketika proses pengisian di formulir rekam medis kedokteran gigi yang ada. Hal tersebut wajib dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran dan Kedokteran Gigi Nomor 29 Tahun 2004.

Saya pun juga sangat mendukung dan mengapresiasi pemanfaatan aplikasi-aplikasi kemajuan teknologi tersebut karena saya memiliki sudut pandang bahwasanya untuk belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja tanpa harus terbatas waktu dan tempat. Sejatinya kita dapat melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) dari mana saja tanpa harus terpaku dari ruang kuliah. Selain itu, dalam bentuk kema juan teknologi, mahasiswa juga dapat memahami cara kerja dan pengaruh daripada suatu bahan obat ketika masuk ke dalam tubuh manusia melalui aplikasi yang terdapat di google playstore atau dari ani masi yang dapat kita temukan di youtube. Terlebih lagi, untuk hal yang berkaitan dengan Kedok teran Forensik, di mana proses rekonsiliasi (pembandingan antara data ante mortem dan post mortem) mut lak harus dilakukan untuk proses identifikasi dan juga dapat digunakan untuk mempercepat penentuan jenis kelamin ataupun usia melalui pembacaan foto radio grafik.

Namun, saya perlu memberikan opini bahwasanya profesi dokter ataupun dokter gigi sebagai hasil lulusan daripada setiap Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi, merupakan profesi yang sangat mulia. Profesi yang mulia tersebut terkadang sering dipandang bahwa jika setelah konsultasi ke dokter atau dokter gigi maka pasien bisa sembuh atau paling tidak sudah mulai mereda gejala penyakitnya.
Menurut hemat saya, untuk tetap dapat mempertahankan profesi yang mulia tersebut setiap Fakultas Kedokteran/Fakultas Kedokteran Gigi tetap dapat memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence tersebut, namun dengan tidak boleh melupakan kebiasaan konvensional yang ada. Sebagai contoh: kita tetap boleh mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dengan meng gunakan AI tersebut untuk pengajaran mata kuliah Anatomi, Fisiologi, Farmakologi, dan Forensik Odontologi. Namun, untuk praktikum secara konvensional tetap harus dilakukan karena antara pengajaran mata kuliah tersebut berbasis AI tentunya sangat berbeda signifikan ketika dilakukan secara konvensional.

Sebagai contoh: kita tidak dapat mengetahui apakah struktur tersebut halus atau kasar, kemudian struktur tersebut apakah pembuluh darah arteri atau pembuluh darah vena dengan hanya berdasarkan kita melihat melalui aplikasi google playstore di layar smartphone saja tanpa meraba. Kita juga tidak dapat mengetahui secara pasti tentang Fisiologi dan Farmakologi dengan menggunakan aplikasi kema juan IPTEK tanpa melakukan percobaan di laboratorium secara konvensional, karena belum tentu antara satu orang dengan orang lainnya ketika kita berikan obat yang sama akan timbul efek yang sama, dima na terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil tersebut. Kemudian untuk Forensik Odon tologi kita juga tidak dapat 100% mengandalkan aplikasi AI karena sepandai-pandainya AI dalam proses mengidentifikasi tetap terdapat keterbatasan yang masih ada karena sejatinya AI adalah kecer dasan buatan yang dibuat oleh manusia. Pasti terdapat perbedaan antara identifikasi mengguna kan AI dan dengan metode konvensional di dalam proses interpretasi hasil akhirnya.

Saya sependapat dengan pemanfaatan AI di setiap Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi sebagai salah satu bentuk konsekuensi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Namun, segala bentuk pemanfaatan AI tetap harus didukung oleh kebiasaan konvensional seperti biasanya. Sebagaimanapun dan secanggih-canggihnya AI tetap tidak dapat menggantikan pendidikan konven sional, terutama pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi, karena output dari Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi adalah dokter atau dokter gigi yang nantinya akan berhadapan dengan pasien yang merupakan benda hidup yang beraneka ragam bukan dokter atau dokter gigi yang berhadapan dengan benda mati. (*)

Redaksi